Sholat Dhuha merupakan sholat sunnah yang dikerjakan pada waktu dhuha. Sedangkan yang dimaksud dengan waktu dhuha adalah dimana matahari telah terbit atau naik kurang lebih tujuh hasta hingga terasa panas menjelang Sholat Duhur. Sholat Dhuha ini dilakukan secara sendirian (tidak berjamaah (Munfarid))
Hukum Sholat Dhuha adalah sunnah secara mutlaq dan boleh dirutinkan. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah dalil yang menunjukkan keutamaan Sholat Dhuha yang telah disebutkan. Begitu pula shalat Dhuha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wasiatkan kepada Abu Hurairah untuk dilaksanakan. Nasehat kepada Abu Hurairah pun berlaku bagi umat lainnya. Abu Hurairah mengatakan,
أَوْصَانِى خَلِيلِى – صلى الله عليه وسلم – بِثَلاَثٍ صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى ، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
“Kekasihku –yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam- mewasiatkan tiga nasehat padaku: 1. Berpuasa tiga hari setiap bulannya, 2. Melaksanakan shalat Dhuha dua raka’at, dan 3. Berwitir sebelum tidur.
Dari Zaid bin Arqam, bahwa ia melihat orang orang mengerjakan Sholat Dhuha (pada waktu yang belum begitu siang), maka ia berkata: “Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa Sholat Dhuha pada selain saat-saat seperti itu adalah lebih utama, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda: “Sholatnya orang-orang yang kembali kepada Allah adalah pada waktu anak unta sudah bangun dari pembaringannya karena tersengat panasnya matahari”.
[HR. Muslim]
Penjelasan:
Anak unta sudah bangun karena panas matahari itu diqiyaskan dengan pagi hari jam 08:00, adapun sebelum jam itu dianggap belum ada matahari yang sinarnya dapat membangunkan anak unta. Jadi dari rincian penjelasan diatas dapat disimpulkan waktu yg paling afdol untuk melaksanakan Sholat Dhuha antara jam 08:00 s/d 11:00
Jumlah rakaat dalam Sholat Dhuha
Sholat Dhuha dilakukan dalam satuan dua rakaat satu kali salam. Sementara itu untuk berapa jumlah maksimal sholat dhuha ada pendapat yang berbeda dari para ulama, ada yang mengatakan maksimal 8 rakaat, ada yang maksimal 12 rakaat, dan ada juga yang berpendapat tidak ada batasan rakaatnya
1. Jumlah rakaat maksimal adalah delapan rakaat.
Pendapat ini dipilih oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dalil yang digunakan madzhab ini adalah hadis Umi Hani’ radhiallaahu ‘anha, bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahnya ketika fathu Mekah dan Beliau shalat delapan rakaat. (HR. Bukhari, no.1176 dan Muslim, no.719).
2.Jumlah rakaat maksimal adalah duabelas rakaat.
Ini merupakan pendapat Madzhab Hanafi, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan pendapat lemah dalam Madzhab Syafi’i. Pendapat ini berdalil dengan hadis Anas radhiallahu’anhu
من صلى الضحى ثنتي عشرة ركعة بنى الله له قصرا من ذهب في الجنة“Barangsiapa yang Sholat Dhuha 12 rakaat, Allah buatkan baginya satu istana di surga.” Namun hadis ini termasuk hadis dhaif. Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al-Mundziri dalam Targhib wat Tarhib. Tirmidzi mengatakan, “Hadis ini gharib (asing), tidak kami ketahui kecuali dari jalur ini.” Hadis ini didhaifkan sejumlah ahli hadis, diantaranya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani dalam At-Talkhis Al-Khabir (2: 20), dan Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykah (1: 293).
3. Tidak ada batasan maksimal untuk Sholat Dhuha.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Hawi. Dalam kumpulan fatwanya tersebut, Suyuthi mengatakan, “Tidak terdapat hadis yang membatasi shalat dhuha dengan rakaat tertentu, sedangkan pendapat sebagian ulama bahwasanya jumlah maksimal 12 rakaat adalah pendapat yang tidak memiliki sandaran sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafidz Abul Fadl Ibn Hajar dan yang lainnya.”. Beliau juga membawakan perkataan Al-Hafidz Al-’Iraqi dalam Syarh Sunan Tirmidzi, “Saya tidak mengetahui seorangpun sahabat maupun tabi’in yang membatasi shalat dhuha dengan 12 rakaat. Demikian pula, saya tidak mengetahui seorangpun ulama madzhab kami (syafi’iyah) – yang membatasi jumlah rakaat dhuha – yang ada hanyalah pendapat yang disebutkan oleh Ar-Ruyani dan diikuti oleh Ar-Rafi’i dan ulama yang menukil perkataannya.”
Setelah menyebutkan pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, As-Suyuthy menyebutkan pendapat sebagian ulama malikiyah, yaitu Imam Al-Baaji Al-Maliky dalam Syarh Al-Muwattha’ Imam Malik. Beliau mengatakan, “Shalat dhuha bukanlah termasuk shalat yang rakaatnya dibatasi dengan bilangan tertentu yang tidak boleh ditambahi atau dikurangi, namun shalat dhuha termasuk shalat sunnah yang boleh dikerjakan semampunya.” (Al-Hawi lil fataawa, 1:66).
Jika dilihat dari dalil tentang shalat dhuha yang dilakukan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam jumlah rakaat maksimal yang pernah beliau lakukan adalah 12 rakaat. Hal ini ditegaskan oleh Al-’Iraqi dalam Syarh Sunan Tirmidzi dan Al-’Aini dalam Umdatul Qori Syarh Shahih Bukhari. Al-Hafidz Al ‘Aini mengatakan, “Tidak adanya dalil –yang menyebutkan jumlah rakaat shalat dhuha– lebih dari 12 rakaat, tidaklah menunjukkan terlarangnya untuk menambahinya.” (Umdatul Qori, 11:423)
Setelah membawakan perselisihan tentang batasan maksimal Sholat Dhuha, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
Adapun landasannya adalah :
Hadis Mu’adzah yang bertanya kepada Aisyah radhiallahu’anha, “Apakah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat dhuha?” Jawab Aisyah, “Ya, empat rakaat dan beliau tambahi seseuai kehendak Allah.” (HR. Muslim, no. 719). Misalnya ada orang shalat di waktu dhuha 40 rakaat maka semua ini bisa dikatakan termasuk Sholat Dhuha.
Adapun pembatasan delapan rakaat sebagaimana disebutkan dalam hadis tentang fathu Mekah dari Umi Hani’, maka dapat dibantah dengan dua alasan: pertama, sebagian besar ulama menganggap shalatnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam ketika fathu Mekah bukan Sholat Dhuha namun shalat sunah karena telah menaklukkan negeri kafir. Dan disunnahkan bagi pemimpin perang, setelah berhasil menaklukkan negeri kafir untuk shalat 8 rakaat sebagai bentuk syukur kepada Allah. Kedua, jumlah rakaat yang disebutkan dalam hadis tidaklah menunjukkan tidak disyariatkannya melakukan tambahan, karena kejadian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam sholat delapan rakaat adalah peristiwa kasuistik –kejadian yang sifatnya kebetulan– (As-Syarhul Mumthi’ ‘alaa Zadil Mustaqni’ 2:54).Adapun Niat Shalat Dhuha adalah sebagai berikut :
أصَلِّي سُنَّةَ الضُحَى رَكَعَتَيْنِ لِلهِ تَعالىَ
“Ushallii sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa”
“Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah.”
- Berniat untuk melaksanakan shalat sunat Dhuha setiap 2 rakaat 1 salam. Seperti biasa bahwa niat itu tidak harus dilafazkan, karena niat sudah dianggap cukup meski hanya di dalam hati.
- Membaca surah Al-Fatihah
- Membaca surah Asy-Syamsu (QS:91) pada rakaat pertama, atau cukup dengan membaca Qulya (QS:109) jika tidak hafal surah Asy-Syamsu itu.
- Membaca surah Adh-Dhuha (QS:93) pada rakaat kedua, atau cukup dengan membaca Qulhu (QS:112) jika tidak hafal surah Adh-Dhuha.
- Rukuk, iktidal, sujud, duduk dua sujud, tasyahud dan salam adalah sama sebagaimana tata cara pelaksanaan Sholat Fardhu.
- Menutup Sholat Dhuha dengan berdoa. Inipun bukan sesuatu yang wajib, hanya saja berdoa adalah kebiasaan yang sangat baik dan dianjurkan sebagai tanda penghambaan kita kepada Allah.
Dzikir sesudah Sholat Dhuha :
Diriwayatkan setelah shalat dhuha Nabi S.A.W membaca
َرْوُفَغْلا ُباَّوَّتلاَتْنَأ َكَّن ِإ َّيَلَعْبُت َو يِل ْرِفْغاِّبَر
Robbigh firly watub ‘alayya innaka antat-tawwaabul Ghofur ( dibaca 100 x )
Ya Robbi, Ampunilah aku dan terimalah taubatku, Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan ampunan
Doa sesudah Sholat Dhuha
اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Allahumma innadh dhuha-a dhuha-uka, wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ishmata ishmatuka. Allahuma inkaana rizqi fis samma-i fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’asaran fayassirhu, wainkaana haraaman fathahhirhu, wa inkaana ba’idan fa qaribhu, bihaqqiduhaa-ika wa bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatini maa ataita ‘ibadakash shalihin.
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.
Manfaat Shalat Dhuha
Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap tulang dan persendian badan dari kamu ada sedekahnya; setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap amar ma’ruf adalah sedekah, dan setiap nahi munkar adalah sedekah. Maka, yang dapat mencukupi hal itu hanyalah dua rakaat yang dilakukannya dari Shalat Dhuha.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).
Abu Hurairah r.a. berkata, “Kekasihku, Muhammad SAW. Berwasiat kepadaku agar melakukan tiga hal: Berpuasa tiga hari pada setiap bulan(Hijriah, yaitu puasa putih atau Bidl, tanggal 13,14,15), dua rakaat shalat Dhuha, dan agar aku melakukan shalat Witir dulu sebelum tidur.” (HR Bukhari-Muslim).
Rasulullah SAW. bersabda: “Shalat Dhuha itu sholat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda: “Shalat Dhuha itu dapat mendatangkan rejeki dan menolak kefakiran. Dan tidak ada yang akan memelihara shalat Dhuha melainkan orang-orang yang bertaubat.” [HR. Turmuzi dan Ibnu Majah, hadis hasan]
Keutamaan dari Sholat Dhuha
1. Sedekah bagi seluruh persendian tubuh manusiaDari Abu Dzar al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi Muahammad saw bersabda:“Di setiap sendiri seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lailahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuha diberi pahala” (HR Muslim).
2. Ghanimah atau keuntungan yang besarDari Abdullah bin `Amr bin `Ash radhiyallahu `anhuma, ia berkata:Rasulullah SAW mengirim sebuah pasukan perang.Nabi berkata: “Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!”.Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya).Lalu Rasulullah SAW berkata; “Maukah kalian aku tunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan) nya dan cepat kembalinya?”Mereka menjawab; “Ya!Rasulullah SAW berkata lagi:“Barangsiapa yang berwudhu’, kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan Sholat Dhuha, dia lah yang paling dekat tujuanannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya.” (Shahih al-Targhib: 666)
3. Sebuah rumah di surgaBagi yang rajin mengerjakan shalat Dhuha, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di dalam surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi Muahammad SAW:“Barangsiapa yang shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di surga.” (Shahih al-Jami`: 634)
4. Memperoleh ganjaran di sore hariDari Abu Darda’ ra, ia berkata bahwa Rasulullah SAW berkata:Allah ta`ala berkata: “Wahai anak Adam, sholatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya” (Shahih al-Jami: 4339).
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan: “Innallaa `azza wa jalla yaqulu: Yabna adama akfnini awwala al-nahar bi’arba`i raka`at ukfika bihinna akhira yaumika”(Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla berkata: “Wahai anak Adam, cukuplah bagi-Ku empat rakaat di awal hari, maka aku akan mencukupimu di sore harimu”).
5. Pahala UmrahDari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:“Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan Sholat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barang siapa yang keluar untuk melaksanakan Sholat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan `umrah…” (Shahih al-Targhib: 673).
Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda:“Barang siapa yang mengerjakan Sholat Fajar (Shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu dia Sholat dua rakaat (Dhuha), dia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna..” (Shahih al-Jami`: 6346).
6. Ampunan Dosa“Siapa pun yang melaksanakan Sholat Dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (HR Tirmidzi)
Sebagai info tambahan ada juga waktu waktu yang diharam untuk melaksanakan Sholat Dhuha :
- Sesudah Shalat Subuh hingga matahari bersinar, atau kurang lebih sejak jam 06:00 s/d 07:45 pagi
- Ketika hampir masuk waktu Dhuhur hingga tergelincir matahari, atau kurang lebih jam 11:30 s/d 12:00 siang
Demikianlah artikel mengenai Sholat Tahajjud, baik cara, bacaan, waktu serta keutamaannya. Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua ... Amiin. Untuk lebih melengkapi pengetahuan mohon disimak mengenai Sholat Tahajjud.
0 comments:
Post a Comment