Jalanan sangat padat sore itu, antrean kendaraan begitu panjang membuat macet, para karyawan yang baru saja pulang kerja melintas tergesa di jalanan, ditambah cuaca yang panas seolah ingin ikut serta menambah kepenenatan.
Aku yang duduk manis di halte bus merasakan penat yang sama dengan yang dirasakan orang-orang. Ingin rasanya cepat sampai di rumah dan meluruskan punggung yang seharian dipaksa duduk. Di sampingku b
erjejer beberapa orang yang senasib denganku, bosan menunggu bus.
Mengusir bosan, pandanganku tertuju pada seorang ibu yang menggendong anaknya. Anak itu nampak cantik berbalut jilbab pink. Kutaksir usianya baru 2 tahunan. Adik kecil itu melengos malu-malu ketika aku tersenyum padanya. Tapi diam-diam dia mencuri pandang padaku. Ah, lucu sekali.
Namun aku mendadak tersadar akan ironi yang ada, anak sekecil itu belum berkewajiban mengenakan jilbab, tapi tengok mamanya yang membiarkan rambut ikalnya terurai ditiup angin nakal. Sayang sekali, rambut indahnya itu terkena debu-debu jalanan, asap kendaraan dan juga yang tak bisa dihindari adalah tatapan nakal para lelaki.
Mungkin ibu itu mengenakan jilbab pada batitanya karena ia khawatir anaknya itu masuk angin. Sungguh alasan yang sangat logis, tetapi memprihatinkan. Jilbab yang sedianya harusnya digunakan untuk menjadi penutup aurat, turun fungsi karena asas manfaat. Banyak perempuan yang berbusana muslim dan berjilbab karena ingin putih, terlindung dari matahari, terhindar dari sinar UV, dan alasan-alasan mengenakan jilbab lainnya. Tidak salah, karena memang banyak manfaat berjilbab. Seandainya saja mereka paham hakekat menutup aurat, tentu jilbabnya akan menyelamatkannya di akherat kelak.
Ah, jilbab yang tertukar. Adik kecil itu malu-malu tersenyum padaku. Terselip sebuah doa untuknya, semoga ia istiqomah mengenakan jilbab itu hingga dewasa, hingga akhir hayatnya, aamiin.
source: diindrihijab.com
0 comments:
Post a Comment